MANUSIA memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Yang paling utama dan paling tinggi derajatnya adalah para Rasul ulul 'azmi, dan yang paling rendah derajatnya adalah ahli tauhid yang mencampur-adukkan amal baik dan amal buruk. Di antara keduanya terdapat banyak sekali tingkatan dan derajat yang hanya diketahui oleh Allah semata. Karena Dialah yang menciptakan dan memberi mereka rezeki.
Manusia memiliki perbedaan dalam tingkatan iman di hati. Selain perbadaan iman di dalam hati, amalan-amalan iman lahiriah mereka juga pun berbeda-beda. Bahkan, mereka berbeda dalam satu amalan yang mereka semua lakukan di saat yang sama dan di waktu yang sama.
Di antara dalil-dalilnya adalah firman Allah dalam Al-Qur'an yang berbunyi, yang artinya:
"Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar." (QS. Faathir: 32)
"Dan kamu menjadi tiga golongan, yaitu golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu, dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu, dan orang-orang yang paling dahulu (beriman), merekalah yang paling dahulu masuk surga. Mereka itulah orang yang dekat kepada Allah." (QS. Al-Waaqi'ah: 7-11)
Disebutkan dalam kitab Shahihain dari hadits Abu Sa'id Al-Khudri radiyallahuanhu ia berkata. "Aku mendengar Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Saat tidur, aku melihat orang-orang diperlihatkan kepadaku, mereka mengenakan pakaian-pakaian, lalu di antaranya ada yang mencapai dada, dan ada pula yang mencapai lebih bawah dari itu. Umar diperlihatkan kepadaku, ia mengenakan pakaian sambil menyeretnya.' Mereka (para sahabat) berkata, 'Kau mengartikannya apa, wahai Rasulullah?' Beliau menjawab, 'Agama'." [1]
Ibnu Abi Mulaikah berkata, "Aku menjumpai 30 di antara sahabat-sahabat Nabi shalallahu 'alaihi wasallam, mereka semua mengkhawatirkan kemunafikan terhadap dirinya. Tak seorang pun di antara mereka mengatakan imannya seperti iman Jibril dan Mikail." [2]
Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda,
Dari Abi Sa'id Al-Khudlari dia berkata, Saya mendengar Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah merubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itu (merubah kemungkaran dengan hati) adalah selemah-lemah iman." [3]
Ath-Thahawi rahimahullah berkata, "Pelaku dosa-dosa besar di antara umat Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam berada di neraka dan mereka tidak kekal di dalamnya jika mereka meninggal dunia sebagai ahli tauhid. Jika mereka tidak bertaubat, mereka berada di dalamnya kehendak dan putusan Allah setelah bertemu Allah. Jika berkehendak, Allah mengampuni dan memaafkan mereka dengan karunia-Nya, "Dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki." (QS. An-Nisaa: 48)
Jika berkehendak lain, Allah menyiksa mereka di neraka dengan keadilan-Nya, lalu setelah itu mengeluarkan mereka dengan rahmat-Nya dan syafaat para pemberi syafaat di antara ahli ketaatan kepada-Nya. Setelah itu Allah memasukkan mereka ke surga-Nya."
Berdasarkan penjelasan di atas, pelaku dosa besar dan orang yang terus menerus melakukan dosa kecil, kemutlakan iman tidak dinafikan dairnya karena kefasikannya. Namun tidak juga disifati sebagai mukmin sempurna iman. Ia tidak diputuskan masuk surga atau neraka di akhirat. Ia berada dalam kehendak Allah. Jika berkehendak, Allah akan mengampuninya dengan karunia dan rahmat-Nya. Dan jika berkehendak lain, Allah akan menyiksanya dengan keadilan dan hikmah-Nya.
Allah berfirman, yang artinya:
"Dan apabila ada dua golongan orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil." (QS. Al-Hujuraat: 9)
Allah menyebut dua golongan yang terlibat perang sebagai golongan mukmin,
"Tetapi barang siapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula)." (QS. Al-Baqarah: 178)
Persaudaraan keimanan tetap ada meski disertai kemaksiatan-kemaksiatan.
Wallahu 'alam bishawwab.
Penulis : @official_cgp.eladwa (IG) | Pemuda Pencerah (FB)
Rujukan : Syarah Akidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah ; Syaikh Dr. Ahmad Farid
Footnote:
[1] HR. Bukhari (VII/43), Kitab; Fadha'ilish Shahabah, Muslim (XV/159), Kitab; Fadha'ilish Shahabah.
[2] HR. Al-Bukhari secara ta'liq dan dipastikan shahih (I/109). Disebutkan dalam Tahliqut Ta'liq, "Hadits ini diriwayatkan Ibnu Abi Khaitsamah dalam At-Taarikh. Juga diriwayatkan Muhammad bin Nashr Al-Marwazi, Al-Baihaqi dalam At-Taarikh Al-Kabir (V/19) dengan perubahan (II/52-53)
[3] HR. Muslim (II/22-25, Kitab; Al-Iman, Abu Dawud (III/492), Kitab; Al-'Idain, At-Turmudzi (IX/19), Kitab; Al-Fitan, dan An-Nasa'i (VIII/111), Kitab; Al-Iman.
Komentar
Posting Komentar