Langsung ke konten utama

History of the name "Ahlus Sunnah wal Jama'ah"

ISTILAH Ahlus Sunnah wal Jama'ah (ASWAJA) sudah populer di kalangan kaum Muslimin, sejak zaman dahulu sampai zaman sekarang. Istilah ini kadang digunakan para ulama untuk membedakan antara pemahaman yang lurus dengan paham-paham menyimpang, seperti Khawarij, Syiah, Mu'tazilah, Qadariyah, Jabariyah, Jahmiyah, Mur'jiah, dan lain-lain. Namun kadang ia dipakai untuk membedakan dengan kelompok Syiah. [1]

Kalau dicermati, asal-usul istilah ASWAJA tidak lepas dari hadits-hadits Nabi shalallahu 'alaihi wasallam yang dikenal dengan sebutan "Hadits 73 Golongan" atau "Hadits Iftiraqul Ummah." Bahkan dari sanalah kemudian para ulama mengenalkan dan mempopulerkan istilah ASWAJA tersebut.

Terkait hadits-hadits seputar Iftiraqul Ummah ini, Syaikh Abdul Qahir bin Thahir Al-Baghdadi rahimahullah mengatakan, "Hadits yang diriwayatkan seputar Iftiraqul Ummah banyak sanadnya, ia telah diriwayatkan dari Nabi oleh jama'ah para Sahabat, seperti Anas bin Malik, Abu Hurairah, Abud Darda, Jabir, Abu Sa'id Al-Khudri, Ubay bin Ka'ab, Abdullah bin Amr bin Al-Ash, Abu Umamah, Wa'ilah bin Al-Asqa, dan selain mereka rahimahullah. [2]

Dalam buku berjudul, Pengertian Firqatun Najiyah, Tha'ifah Manshurah, & Ghuraba, karya Syaikh Salman Al-Audah, disebutkan 15 riwayat seputar perpecahan umat. [3]
Riwayat-riwayat ini digali langsung oleh Syaikh Salman dari manuskrip-manuskrip klasik.

Setelah menyebutkan 15 riwayat itu, beliau berkata, "Inilah hadits-hadits tentang perselisihan umat dan Firqatun Najiyah yang bisa saya kumpulkan. Semuanya ada 15 hadits. Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar Sahabat Nabi ini membuat kita yakin, bahwa semuanya bersumber dari Nabi shalallahu 'alaihi wasallam. Juga sekaligus membuktikan adanya adanya perpecahan umat, sebagaimana dialami Ahli Kitab sebelumnya, bahkan lebih parah dari sebelumnya. Dan ini merupakan peringatan agar kita hendaknya waspada terhadap fitnah tersebut. Semua golongan dari pecahan umat adalah tercela dan diancam dengan neraka, kecuali satu golongan, yaitu Firqatun Najiyah yang terasing di tengah-tengah golongan tersebut. Ini adalah tabsyir (kabar gembira) dan tahdzir (peringatan). [4]

Dalam hadits-hadits diatas, Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam menjelaskan bahwa umat Islam akan terpecah-belah menjadi 73 golongan; satu golongan masuk surga, sisanya masuk neraka. Ketika ditanya, siapa satu golongan yang selamat itu? Nabi shalallahu 'alaihi wasallam memberikan beberapa versi jawaban. Di sini akan kami sebutkan beberapa hadits Iftiraqul Ummah, berdasarkan versi-versi jawaban Nabi.


1. Maa ana 'alaihil yauma wa ash-habi (Sunnah)

Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Akan terjadi atas umatku seperti apa yang terjadi pada Bani Israil, pemisalan demi permisalan, setapak demi setapak, hingga andaikan di kalangan mereka (Bani Israil) ada yang menggauli ibunya sendiri secara terang-terangan, maka di tengah umatku akan ada yang semisal itu. Sesungguhnya Bani Israil telah berpecah belah menjadi 72 golongan, dan umatku akan berpecah-pecah menjadi 73 golongan; semuanya masuk neraka, kecuali satu golongan itu." Ditanyakan kepada Nabi, "Siapakah satu golongan itu?" Lalu beliau menjawab, "Ia adalah golongan yang mengikuti aku dan para Sahabatku." [HR. Al-Hakim dan Ibnu Asakir dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radiyallahuanhu]

Dalam riwayat lain, Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Benar-benar akan terjadi pada umatku seperti apa yang menimpa Bani Israil, setapak demi setapak, hingga jika di kalangan mereka ada yang menggauli ibunya sendiri dengan cara terang-terangan, maka di antara umatku pun akan ada yang melakukan hal itu. Sesungguh Bani Israil terpecah-belah menjadi 72 golongan, dan umatku akan berpecah-belah menjadi 73 golongan. Semuanya masuk neraka, kecuali satu golongan saja." Mereka bertanya, "Siapakah satu golongan itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Ia adalah golongan yang mengikuti aku dan para Sahabat." [HR. At-Tirmidzi dan Ath-Thabarani dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radiyallahuanhu] [5]

Pada dua riwayat di atas, setiap Nabi shalallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang golongan yang selamat, beliau menjawab, "Maa ana 'alaihi wa ashabi" [6] (suatu golongan yang mengikuti aku dan para Sahabatku). Hal itu tentu merupakan jalan, manhaj, atau metode Rasullah dan para Sahabat dalam beragama.

Dalam Al-Qur'an disebutkan ayat yang menjelaskan tentang jalan Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, "Katakanlah: inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kepada Allah di atas hujjah yang nyata; Mahasuci Allah, dan tidaklah aku termasuk bagian dari orang-orang musyrik." (QS, Yusuf: 108)

Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir rahimahullah berkata, "Allah Ta'ala berfirman kepada hamba dan Rasul-Nya, agar dia mengabarkan kepada golongan manusia dan jin, bahwa ini adalah jalan Rasul-Nya, yaitu metode, jejak langkah, dan Sunnah-nya; ia merupakan dakwah kepada kesaksian, bahwa tiada ilah selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya; agar dia (Nabi) berdakwah kepada Allah dengannya di atas ilmu yang jelas, keyakinan, dan bukti; dan siapa saja yang mengikutinya, berdakwah di atas apa yang Rasulullah  shalallahu 'alaihi wasallam berdakwah padanya, di atas, keyakinan, dan bukti, baik secara syariat maupun akal." [7]


2. Al-Jama'ah

Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Yahudi telah berpecah-belah menjadi 71 golongan, satu golongan masuk surga, sedang 70 golongan lainnya masuk neraka. Nasrani telah berpecah-belah menjadi 72 golongan, 71 golongan masuk neraka, dan satu golongan masuk surga, dan 72 golongan lainnya masuk neraka." Lalu Nabi ditanya, "Ya Rasulullah, siapakah mereka (satu golongan yang masuk surga) itu?" Beliau menjawab, "Al-Jama'ah." [HR. Ibnu Majah, Ath-Thabarani, Ibnu Abi Ashim, dan Al-Lalika'i, dari Auf bin Malik radiyallahuanhu] [8]

Dalam riwayat lain, Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Ketahuilah bahwa sebelum kalian kaum Ahli Kitab terpecah-belah menjadi 72 golongan, dan golongan ini (Umat Islam) akan berpecah-belah menjadi 73 golongan; 72 golongan masuk neraka dan satu golongan masuk surga, yaitu Al-Jama'ah. Dan akan muncul dari umat ini kaum-kaum yang memakan fitnah." [HR. Abu Dawud dan Ad-Darimi dari Muawiyah bin Abi Sufyan radiyallahuanhu] [9]

Dalam riwayat lain disebutkan sabda Nabi shalallahu 'alaihi wasallam, "Bani Israil telah berpecah-belah menjadi 71 kelompok, dan tidak akan berlalu malam dan siang, sehingga umatku juga akan berpecah-belah seperti itu. Setiap kelompok darinya masuk neraka, kecuali satu kelompok (yang selamat), yaitu Al-Jama'ah." [HR. Abdu bin Humaid, Al-Bazzar, dan Ad-Daraquthi, dari Sa'ad bin Abi Waqqash radiyallahuanhu]

Dalam riwayat-riwayat ini, Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam menyebut golongan yang selamat itu sebagai Al-Jama'ah. Sedangkan pada riwayat-riwayat sebelumnya, beliau menyebut karakter kelompok yang selamat itu, "Maa ana 'alaihi yauma wa ash-habi" (golongan yang mengikuti Sunnah Nabi dan para Sahabat)

Dengan menggabungkan riwayat-riwayat di atas, lalu para ulama menyimpulkan bahwa golongan yang selamat (Al-Firqah An-Najiyah) itu adalah: Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Bisa juga disebut kelompok Ahlus Sunnah atau kelompok Ahlul Jama'ah. Kedua istilah itu sama-sama merujuk kepada hadits-hadits Nabi shalallahu 'alaihi wasallam. Dan, dari sinilah lalu muncul istilah populer: Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

Bisa dikatakan, istilah Ahlus Sunnah wal Jama'ah merupakan sebutan bagi sebuah golongan yang selamat (Al-Firqah An-Najiyah) dan masuk surga, ketika 72 golongan lainnya menjadi sesat dan masuk neraka. Dari sisi lafazh, ia merupakan istilah baru yang tidak dikenal di masa Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Tetapi dari sisi asal-usul, ia benar-benar bersumber dari hadits-hadits Nabi yang banyak.


3. As-Sawadul A'zham

Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Telah berpecah-belah Bani Israil menjadi 71 golongan, dan umatku akan menambahi perpecahan itu dengan satu golongan lagi (sehingga jumlahnya menjadi 72 golongan); semua kelompok itu ada di neraka, kecuali satu kelompok besar (As Sawadul A'zham)." (HR. Ath-Thabarani dan Ibnu Ashim dari Abu Umamah radiyallahuanhu) [10]

Dalam riwayat lain, Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Telah berpecah-belah Bani Israil menjadi 71 golongan, dan umatku akan berpecah-belah menjadi 72 golongan; semuanya masuk neraka, kecuali sebuah kelompok besar." (HR. Abu Ya'la dari Anas bin Malik radiyallahuanhu)

Dalam hadits lain juga dari Anas bin Malik radiyallahuanhu, disebutkan bahwa dia berkata; Aku mendengar Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya umatku tidak akan berkumpul di atas kesesatan, maka ketika kalian melihat perselisihan, maka hendaklah kalian menetapi As-Sawadul A'zham." (HR. Ibnu Majah, pada bab As-Sawadul A'zham) [11]

Tentang As-Sawadul A'zham dijelaskan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dalam riwayat lain, "Hendaklah berlindung seorang Muslim, sesungguhnya Bani Israil berpecah-belah menjadi 71 golongan, kaum Nasrani berpecah menjadi 72 golongan, dan umatku akan berpecah menjadi 73 golongan, semuanya dalam kesesatan, selain As-Sawadul A'zham ialah, "Jama'ah mayoritas manusia yang berkumpul di atas jalan yang lurus," [12]

Dalam banyak kitab disebutkan pengertian As-Sawadul A'zham, yaitu, "Jumlah mayoritas manusia." Menurut As-Suyuthi, As-Sawadul A'zham ialah, "Jama'ah mayoritas yang berkumpul di atas jalan yang lurus." [13]

Dari beberapa riwayat di atas dapat disimpulkan, bahwa kelompok yang selamat (Al-Firqatun Najiyah) ialah yang memiliki sifat: mengikuti Sunnah Nabi dan Sunnah para Sahabat, komitemen terhadap Al-Jama'ah, dan mereka merupakan jumlah mayoritas kaum Muslim.
Hal ini seperti kesimpulan Syaikh Salman Al-Audah dalam bukunya. Disana beliau berkata, "Ketika melihat hadits tentang perpecahan, kita dapati sejumlah sifat-sifat yang dimiliki oleh Firqatun Najiyah, di antaranya:

(1) Ia adalah Jama'ah seperti yang ada dalam hadits Mu'awiyah, Auf bin Malik, dan hadits Anas; (3) Ia adalah kelompok yang besar, tersebut dalam hadits Jabir bin Umamah.
(2) 'Mengikuti aku dan Sahabatku,' seperti yang terdapat dalam hadits 
(3) Ia adalah kelompok besar, tersebut dalam hadits Jabis bin Abu Umamah

Riwayat yang ketiga sifat ini sanadnya telah bersambung kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dan meyakinkan. Adapun kelompok terbesar dan jama'ah, karena keshahihan haditsnya. Sedangkan sifat "Berbeda di atas Sunnahku dan Sunnah Sahabatku," karena dua hadits ini dha'if ." yang saling menguatkan; bahkan At-Tirmidzi telah menilai hasan pada salah satu sanadnya. [14]

Dan faktanya, di negeri-negeri Muslim di seluruh dunia, kaum Ahlus Sunnah (Sunni) merupakan jumlah mayortas; terlepas apakah mereka mengikuti madhzab Hanafi, Maliki, Syafi'i, maupun Hambali.

Allahu 'alam bishawaab


Footnote:
[1] Dalam Al-Wajiz Fi Aqidatis Salafis Shalih, karya Syaikh Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari, hlm.29-30 disebutkan pengertian umum Ahlus Sunnah wal Jama'ah, "Wa amma al-ma'na al aam li ahlis Sunnah wal Jama'ah fa yadkhulu fihi jami'ul muntasibina ilal Islam, maa 'aada ar-rafidhah" (Dan makna umum Ahlus Sunnah wal Jama'ah masuk ke dalamnya siapa saja yang menisbatkan dirinya kepada Islam, selain orang Syiah Rafidhah). Dengan pengertian ini, maka kita sering mendengar istilah dikotomis Ahlus Sunnah-Syiah atau Ahlus Sunnah - Syi'i.
[2] Al-Farqu Bainal Firaq, Abdul Qahir Al Baghdadi, hlm 2. Dalam artikel berjudul, Kedudukan Hadits Tujuh Puluh Tiga Golongan Umat Islam, karya Yazid Abdul Qadir Jawwas, publikasi situs Almanhaj.or.id, 11 Maret 2004, disebutkan bahwa hadits-hadits seputar "73 Golongan" ini ada sekitar 15 hadits, diriwayatkan 10 imam ahli hadits, bersumber dari 14 Sahabat Nabi shalallahu 'alaihi wasallam
[3] Judul asli kitab ini, Shifatul Ghuraba, Al-Firqatun Najiyah wat Tha'ifah Al-Manshurah. Versi terjemahnya diterbitkan oleh Pustaka Al-Kautsar, Jakarta.
[4] Pengertian Firqotun Najiyah, Thoifah Manshurah, & Ghuroba, karya Salman Al Audah, hlm 11-12
[5] Hadits riwayat Ath-Thabarani ini di dha'ifkan oleh Al-Haitsami dalam Majma' Az-Zawa'id, hadits nomor 899, karena dalam sanadnya terdapat perawi bernama Abdullah bin Sufyan, yang dikatakan Al-Uqaili dalam kitab Adh-Dhu'afa`nya sebagai; hadits yang tidak layak diikuti. (Edt.)
[6] Kalimat "Maa ana 'alaihi wa ash-habi" adalah riwayat At-Tirmidzi. Sedangkan redaksi riwayat Al-Hakim dan Ath-Thabarani, yaitu "maa ana 'alaihil yauma wa ash-habi". (apa yang aku dan para Sahabatku di atasnya pada hari ini). (Edt.)
[7] Tafsir Ibnu Katsir, jilid 4, hal 422
[8] Hadits ini dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah (1492) dan Shahih Sunan Abi Dawud (3992). Namun dalam Jami' Al-Ahadits (3919) disebutkan perkataan Al-Bushri, bahwa sanad hadits ini bermasalah. (Edt.)
[9] Dishahihkan Al-Albani di Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah (204) dan Shahih Al-Jami' Ash-Shaghir (4406). Dihasankan di Shahih Sunan Abi Dawud (4597) (Edt.)
[10] Didha'ifkan Al-Haitsami dalam Majma' Az-Zawa'id, hadits nomor 12096. (Edt.)
[11] Dalam Dha'if Sunan Ibni Majah (3950), Al-Albani berkata tentang hadits ini; dha'if jiddan. (Edt.)
[12] Al-Ibanah Al-Kubra li Ibni Battah, juz 2, hlm 41.
[13] Hasyiyah As-Sindi 'Ala Ibni Majah, bab As-Sawadul A'zham, juz 7, hlm 320
[14] Pengertian Firqatun Najiyah, Tha'ifah Manshurah, & Ghuraba, karya Salman Al-Audah, hlm 20-21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lingkaran Ukhuwwah #3: Nataijul Ibadah (Buah Ibadah)

NATAIJUL IBADAH (BUAH IBADAH) Allah swt. telah menetapkan tujuan penciptaan manusia dan jin, yaitu untuk beribadah kepadaNya. Allah swt. berfirman: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”  (Adz-Dzaariyat 51: 56) Ibadah dalam Islam mencakup seluruh sisi kehidupan, ritual dan sosial, hablumminah (hubungan vertikal) dan hablumminannas (hubungan horizontal), meliputi pikiran, perasan dan pekerjaan.  (قلُْ إنَِّ صَلاتيِ وَنسُُكِي وَمَحْياَيَ وَمَمَاتيِ لِِلَِّّ رَ ِّب ا لْعَالمَِينَ )١٦٢ “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”  (Al-An’am 6: 162) Ibadah yang benar manakala terpenuhi dua syarat , yaitu ikhlas karena Allah swt. dan sesuai aturan syari’at. Allah berfirman: “Dzat Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”  (Al-Mulk 67: 2) ...

Fluktuasi Iman

IBNU ABDILBARR berkata, "Iman bertambah dan berkurang". Inilah keyakinan yang dianut sekelompok ahlus sunnah, fuqaha, dan ahli fatwa dari berbagai wilayah. Di antara dalil-dalilnya adalah firman Allah, yang artinya: "Untuk menambah keimanan atas keimanan mereka (yang telah ada)."   (QS. Al-Fath: 4) Dan firman-Nya, yang artinya: "Dan yang demikian itu menambah keimanan dan keislaman mereka."   (QS. Al-Ahzaab: 22) Nabi shalallahu 'alaihi wasallam  bersabda kepada kaum wanita, "Aku tidak melihat wanita-wanita kurang akal dan agama, namun mampu mengalahkan orang-orang berakal, melebihi kalian."  [1] At-Turmudzi berkata dalam bab kesempurnaan iman bahwa, "Iman itu dapat bertambah dan berkurang."  Selanjutnya dalam bab ini, At-Tirmidzi menyebutkan hadits Aisyah ia berkata, "Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Sesungguhnya orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik budi peke...

Tahlilan (Pro dan Kontra)

[TENTANG TAHLILAN/KENDURI] Penulis             : Ustadz Maaher At-Thuwailibi hafidzahullah Isi                    : Polemik tentang tahlilan memang merupakan suatu hal yang cukup fenomenal. sampai-sampai masalah tahlilan ini sempat di perdebatkan secara terbuka oleh dua tokoh islam ternama; Dr. Firanda Andirja,Lc.MA (kalangan yang kontra) VS KH. Muhammad Idrus Romli (kalangan yang pro). Kalau di tanah kelahiran kami (medan sumatera utara), kami orang melayu menyebutnya dengan istilah “kenduri”. Sebagian orang menyebutnya “kenduri arwah”. sebagian yang lain menyebutnya “kirim do’a”. Yang tidak bisa di pungkiri ialah, bahwa tahlilan ini sudah menjadi tradisi yang mendarah daging dikalangan kaum tua (NU ataupun Al-Washliyyah). bentuknya, dengan kumpul-kumpul di rumah duka/ahlul bait yang di tinggal mati, lalu membaca wirid-wirid...