Langsung ke konten utama

Beriman atau Kafir? Pilihan Ummat Manusia

SECARA ETIMOLOGI iman adalah percaya. Saudara-saudara Yusuf berkata kepada ayah mereka, yang artinya:

“Dan engkau tentu tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami berkata benar.” (QS. Yusuf: 17)

Sedangkan menurut TERMINOLOGY syariat, iman adalah percaya kepada Allah, malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah, rasul-rasul Allah, hari kemudian, dan takdir Allah; baik maupun buruk. Inilah jawaban yang disampaikan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam kepada Jibril alaihissalam.

Iman menurut syariat mencakup perkataan dan perbuatan, karena iman adalah keyakinan, perkataan, dan perbuatan. Keyakinan di hati, mengucapkan dengan lisan. Mengamalkan di hati, lisan, dan seluruh anggota badan.

Dalil menunjukkan amalan-amalan termasuk dalam iman adalah firman Allah, yang artinya:

“Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia.” (QS. Al-Baqarah: 143)

Yaitu, Allah tidak akan menyia-nyiakan sholatmu, seperti yang ditafsirkan Ibnu Abbas radiyallahuanhu.

Dan firman Allah yang lain, yang artinya:

“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan sholat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan (re: kemiskinan), penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 177)

Abu Bakar Ash-Shiddiq radiyallahuanhu menafsirkan kebajikan sebagai iman. Dengan demikian, amalan-amalan hati dan tubuh termasuk dalam iman.

Dalil dari sunnah adalah sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, “Iman itu ada tujuh puluh sekian cabang atau enam puluh sekian cabang. Yang paling utama adalah ucapan, ‘Laa ilaaha illallaah’, yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan sifat malu itu adalah salah satu cabang dari iman” [1].

Al-Bukhari menyebutkan bab-bab kitab iman terkait penjelasan bahwa amalan-amalan termasuk dalam nama iman, dan iman mencakup seluruh amalan agama. Dengan demikian, tidak ada bedanya antara iman dan Islam ketika masing-masing dari keduanya disebut secara terpisah. Sementara ketika keduanya disebut secara beriringan, Islam diartikan berserah diri secara lahir, yaitu ucapan lisan dan amalan anggota tubuh. Islam muncul dari orang mukmin yang sempurna iman dan juga lemah iman.

Allah berfirman, “Orang-orang Arab Badui berkata, ‘Kami telah beriman’. Katakanlah (kepada mereka), ‘Kamu belum beriman, tetapi katakanlah ‘Kami telah tunduk (Islam),’ karena iman belum masuk ke dalam hatimu’.” (QS. Al-Hujurat: 14)

Sedang iman diartikan berserah diri secara batin, yaitu pengakuan dan amalan hati. Iman hanya muncul dari orang mukmin sejati, seperti yang Allah firmankan, yang artinya:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakkal, (Yaitu) orang-orang yang melaksanakan sholat dan menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka akan memperoleh derajat (tinggi) di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al-Anfaal: 2-4)

Berdasarkan makna ini, iman lebih tinggi dari Islam, karena setiap mukmin Muslim, namun tidak sebaliknya.

Wallahu ‘alam bishawwab

Penulis           : @official_cgp.eladwa (IG) | Pemuda Pencerah (FB)


Rujukan        : Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah | Syaikh Dr. Ahmad Farid

Selasa, 5 Desember 2017 M | 16 Rabiul Awwal 1439 H

Footnote :
[1] HR. Bukhari (I/51), Kitab; Al-Iman, dengan lafazh; “Enampuluh sekian,” Muslim (II/6). Kitab; Al-Iman, lafazh hadits miliknya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lingkaran Ukhuwwah #3: Nataijul Ibadah (Buah Ibadah)

NATAIJUL IBADAH (BUAH IBADAH) Allah swt. telah menetapkan tujuan penciptaan manusia dan jin, yaitu untuk beribadah kepadaNya. Allah swt. berfirman: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”  (Adz-Dzaariyat 51: 56) Ibadah dalam Islam mencakup seluruh sisi kehidupan, ritual dan sosial, hablumminah (hubungan vertikal) dan hablumminannas (hubungan horizontal), meliputi pikiran, perasan dan pekerjaan.  (قلُْ إنَِّ صَلاتيِ وَنسُُكِي وَمَحْياَيَ وَمَمَاتيِ لِِلَِّّ رَ ِّب ا لْعَالمَِينَ )١٦٢ “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”  (Al-An’am 6: 162) Ibadah yang benar manakala terpenuhi dua syarat , yaitu ikhlas karena Allah swt. dan sesuai aturan syari’at. Allah berfirman: “Dzat Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”  (Al-Mulk 67: 2) ...

Fluktuasi Iman

IBNU ABDILBARR berkata, "Iman bertambah dan berkurang". Inilah keyakinan yang dianut sekelompok ahlus sunnah, fuqaha, dan ahli fatwa dari berbagai wilayah. Di antara dalil-dalilnya adalah firman Allah, yang artinya: "Untuk menambah keimanan atas keimanan mereka (yang telah ada)."   (QS. Al-Fath: 4) Dan firman-Nya, yang artinya: "Dan yang demikian itu menambah keimanan dan keislaman mereka."   (QS. Al-Ahzaab: 22) Nabi shalallahu 'alaihi wasallam  bersabda kepada kaum wanita, "Aku tidak melihat wanita-wanita kurang akal dan agama, namun mampu mengalahkan orang-orang berakal, melebihi kalian."  [1] At-Turmudzi berkata dalam bab kesempurnaan iman bahwa, "Iman itu dapat bertambah dan berkurang."  Selanjutnya dalam bab ini, At-Tirmidzi menyebutkan hadits Aisyah ia berkata, "Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Sesungguhnya orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik budi peke...

Tahlilan (Pro dan Kontra)

[TENTANG TAHLILAN/KENDURI] Penulis             : Ustadz Maaher At-Thuwailibi hafidzahullah Isi                    : Polemik tentang tahlilan memang merupakan suatu hal yang cukup fenomenal. sampai-sampai masalah tahlilan ini sempat di perdebatkan secara terbuka oleh dua tokoh islam ternama; Dr. Firanda Andirja,Lc.MA (kalangan yang kontra) VS KH. Muhammad Idrus Romli (kalangan yang pro). Kalau di tanah kelahiran kami (medan sumatera utara), kami orang melayu menyebutnya dengan istilah “kenduri”. Sebagian orang menyebutnya “kenduri arwah”. sebagian yang lain menyebutnya “kirim do’a”. Yang tidak bisa di pungkiri ialah, bahwa tahlilan ini sudah menjadi tradisi yang mendarah daging dikalangan kaum tua (NU ataupun Al-Washliyyah). bentuknya, dengan kumpul-kumpul di rumah duka/ahlul bait yang di tinggal mati, lalu membaca wirid-wirid...